Minggu, 01 Oktober 2017

Pelajaran Empati dari Detroit


Saat jam menunjukkan pukul 4 sore, seorang petugas segera memberi tahu kami bahwa sudah waktunya untuk memulai. Kami sudah berbaris di belakang deretan aneka menu makanan. Di ujung kanan, ada dua orang petugas dari Capuchin Soup Kitchen. Mereka berdua memulai menyiapkan makanan. Kotak makanan diambil. Menu-menu mulai dimasukkan ke dalam kotak. Kami juga memasukkan menu makanan sesuai yang sudah ditugaskan, sesuai dengan bagian kami masing-masing.

Ada yang memasukkan sayuran. Ada yang meletakkan roti. Saya kebagian memasukkan sendok, garpu, dan pisau ke dalam kotak. Rekan di sebelah saya membagikan minuman.

Kami bertugas dengan gegas. Orang-orang yang semula duduk di kursi dan juga berdiri di ruangan yang mirip aula itu mulai berdatangan mendekat. Seorang rekan bertugas membagikan kotak yang sudah berisi makanan dan siap disajikan.

Demikianlah. Sore itu kegiatan kami dalam program International Visitor Leadership Program (IVLP) bertema Faith-Based Education ini memang berbeda. Biasanya kami berdiskusi dan atau mengunjungi lembaga atau sekolah tertentu. Namun sore itu kami mendapat kesempatan untuk menjadi relawan di Capuchin Soup Kitchen di kota Detroit, Michigan.

Capuchin Soup Kitchen adalah lembaga sosial yang dikelola komunitas religius Ordo Fransiskan yang membagikan makanan gratis kepada orang-orang sekitar 3 kali sehari. Aksi sosial ini bermula saat tekanan ekonomi hebat yang terjadi di Amerika Serikat pada dekade 1930-an. Saat ini, mereka menyajikan makanan gratis setidaknya 600 kotak per hari.

Sebagai sebuah lembaga sosial, Capuchin tidak hanya menggalang dana dari masyarakat. Mereka juga memiliki kegiatan berkebun yang hasilnya digunakan untuk aksi makan gratis tersebut. Selain itu, Capuchin juga membantu mengatasi masalah ekonomi masyarakat yang mencari makanan gratis di situ dengan cara memberi mereka keterampilan kerja sehingga diharapkan dapat berpenghasilan yang memadai. Saya di situ juga melihat ada pengumuman tentang kursus literasi yang diselenggarakan oleh Capuchin.

Kami mendapatkan pemaparan singkat tentang Capuchin sebelum kami ikut bertugas sebagai relawan dengan membagikan makanan gratis tepat pada pukul empat sore. Sekitar 45 menit sebelumnya kami tiba di situ dan disambut dengan menyaksikan video pendek profil Capuchin. Sayang karena waktu terbatas tak ada waktu untuk menggali lebih mendalam tentang profil dan kegiatan Capuchin karena kami harus bersiap memberi pelayanan.

Dari video profil singkat yang diputar, saya menemukan sebuah cerita yang sangat menyentuh. Pada salah satu bagian, dikisahkan bahwa pernah ada salah seorang relawan yang ikut membagikan makanan gratis di situ, dan saat dia membagikan makanan, ternyata salah seorang yang dia beri makanan adalah saudaranya sendiri yang sudah 15 tahun tak berjumpa.

Saat melayani orang-orang yang terus berdatangan, kami terkadang mendapatkan apresiasi dari mereka. Mereka berterima kasih dan mendoakan kami. "You're my hero," kata salah satu dari mereka. "May God bless you," kata yang lainnya.

Orang-orang yang kami layani itu cukup beragam. Tapi kebanyakan berkulit hitam. Tua, muda, juga ada anak-anak. Ada yang kadang minta jatah lebih, misalnya untuk roti atau susu.

Kami terus melayani nyaris tanpa henti. Arus kedatangan orang-orang tak pernah berhenti cukup lama. Kami terus berdiri sambil bertugas. Tak ada jeda yang cukup buat kami untuk sekadar duduk. Bila ada jeda, saya kadang menebarkan pandangan ke orang-orang yang duduk melingkar di antara meja dan kursi yang disediakan. Mereka tampak makan dengan lahap.

Saat memperhatikan mereka dan juga bertugas melayani, pikiran saya berkecamuk ke sana kemari. Pikiran saya pulang ke rumah saya, menemui adik-adik saya, anak-anak saya, dan orang-orang dekat lainnya. Dunia macam apa yang akan mereka hadapi kelak? Di sini, di Amerika, negara yang katanya paling berkuasa di dunia dan mungkin mencapai tingkat kemajuan tingkat atas, ternyata masih cukup banyak orang-orang yang berkekurangan dan membutuhkan uluran tangan.

Ini mungkin juga bagian dari ironi. Kota Detroit pada khususnya, adalah kota yang dikenal sebagai pusat industri, utamanya otomotif. Raksasa otomotif Amerika, Ford dan General Motors, ada di sini. Saya ingat, dua hari sebelumnya kami berkunjung ke Henry Ford Museum yang di sana digambarkan inovasi Amerika melalui sosok Ford dan yang lainnya.

Tapi Detroit kini sudah mengalami kemunduran. Krisis ekonomi tahun 2008 dan juga kekalahan persaingan mobil-mobil produk Amerika pada mobil produk Jepang di sisi lain menyebabkan masalah sosial dan ekonomi yang cukup serius.

Tanpa terasa, waktu berjalan begitu cepat di Capuchin. Tapi orang-orang masih berdatangan Menurut petugas, Capuchin memberi layanan sampai pukul 7 petang. Namun demikian, kami harus pulang ke hotel untuk istirahat sehingga kami hanya melaksanakan tugas sebagai relawan selama satu jam. Setelah itu, tugas kami digantikan oleh relawan yang lain.

Saat waktu menunjukkan pukul 5, kami undur diri dari ruangan makan. Kami berterima kasih kepada pengurus Capuchin dan kemudian meninggalkan tempat itu.

Saat kami keluar, langit terlihat mendung. Orang-orang masih ada yang datang. Ada juga yang pulang. Saya melihat di antara mereka ada yang membawa sepeda onthel. Di bagian belakang berkibar bendera Amerika Serikat. Saya teringat salah seorang yang tadi ikut mendapatkan kotak makanan di dalam yang mengenakan atribut tentara.

Sore itu kami pulang dengan perasaan bermacam-macam. Saya teringat salah seorang rekan kami yang tadi di dalam tampak berkaca-kaca saat sibuk bertugas mengemas makanan. Saya yakin, selama sekitar satu jam, kami semua tidak hanya ikut memberikan makanan kepada orang-orang itu. Saya percaya bahwa sesungguhya merekalah yang telah memberikan sesuatu yang sangat berharga buat kami, yakni pelajaran tentang empati dan tugas berat untuk menerjemahkan pelajaran itu dalam aksi nyata bersama-sama.

Los Angeles-Tokyo (Samudera Pasifik), 30 September 2017

3 komentar:

Ummul Corn mengatakan...

Perjalanan singkat membawa banyak pelajaran. Terima kasih, Kiai.

www.bakir.blogspot.com mengatakan...

Luar biasa Ra Mushthafa, pada yang lain, pada yang berbeda, kesadaran tumbuh, sementara sebagian orang menegasi yang lain, yang berbeda.

M Mushthafa mengatakan...

@Ummul Corn, www.bakir.blogspot.com, terima kasih sudah membaca dan memberi komentar di sini.